Oleh Ibn Ghifarie
Apa yang anda lakukan manakala hari Valentine`s Day
(14 Februari) itu tiba? Aksikah, demokah, turun kejalan sambail
meneriakan yel-yel, mengerumuni sekaligus merusak pusat peretaran seks,
mengucapkan ‘Selamat Hari Valentine’, ataukah diam seribu
bahasa.
Bila pertanyan itu di alamatkan padaku, maka aku tak akan
menjawabnya. Terlebih lagi, melarang mereka untuk tidak melaksanakan
acara Valentne. Namun, akan sedikit bercerita tentang kasih sayang.
Sekedar pelipur lara di tengah-tengah kepenatan rutinitas pasca bencana.
Pasalnya momen ini merupakan hari bersejarah bagi kelompok tertentu.
Mereka berusah ingin membagai kebahagiaan satu sama lain (kaum adam dan
hawa) dalam bingkai cinta kasih.
Meski terkadang di salah
artikan. Hingga nyaris menuai protes dari golongan tertentu. Alih-alih
mengikuti tradisi barat dan tak sesuai dengan budaya timur pun menjadi
alasan mereka untuk berbuat semaunya.
Konon, memasuki awal abad
keempat sebelum masehi, bangsa Romawi terbiasa mengadakan pesta bagi
Dewa Lupercalia (Lupercus). Perhelatan akbar itu, dilaksanakan pada
pertengahan bulan Februari. Tentunya, bersamaan dengan musim kawin
burung.
Perayaan hajatan Lupercalia itu, dianggap belum berhasil
manakala setiap laki-laki atau perempuan mendapatkan pasangan
masing-masing. Uniknya lagi, perjodohan tadi digelar dengan cara setiap
gadis harus menuliskan namanya pada secarik kertas, kemudian dimasukkan
ke dalam kotak. Begitupun sebaliknya. Para pemuda yang hadir diwajibkan
mengambil kertas di dalam kotak tersebut secara acak.
Walhasil, wanoja yang terpilih akan menjadi pasangan jajaka tersebut, hingga berujung pada kegiatan Lupercalia tahun depan.
Namun,
seiring waktu sepenggal zaman dan kuatnya pengaruh Gereja Roma.
Kehadiran acara perjodohan pun harus berujung di tiang gantung. Walau
telah berlangsung cukup lama sekira 800 tahun tradisi luhur itu melekat
sekaligus menjadi bagian yang tak bisa dipisahkan dari masyarakat kala
itu. Pasalnya, pesta pora itu dinilai bertentangan dengan iman Kristen,
bahkan termasuk golongan kafir.
Lagi-lagi setiap keadaan selalu
hadir juru penyelamat bagi kaum lemah. Terlebih lagi, pada saat Kaisar
Roma berada dalam genggaman Claudius II. Ia memberlakukan peraturan yang
melarang orang-orang untuk menikah.
Tiba-tiba, seorang uskup
dari Interamma bernama Valentine (270 SM) berani memulai kembali
kebiasaan tersebut. Meski dalam prosesi kegiatanya jauh berbeda dengan
tradisi Lupercalian sebelumnya. Sudah tentu, secara diam-diam uskup
Valentine mengumpukan kaum muda-mudi yang saling ‘silang
rasa’ supaya dapat dinikahkan secara masal.
Di lain sisi, aktivitas Valentine itu sudah tercium oleh Kaisar. Sampai-sampai Ia murka terhadap sang Uskup.
Alhasil,
hotel predeo pun harus menjadi pilihan sekaligus rumah yang tak bisa
ditawar-tawar lagi. Tak hanya itu, ia bersama pengikutnya pula harus
beribadah pada Dewa Romawi. Bila mereka enggal melaksanakan perintah
penguasa, maka ia harus rela menangung akibatnya.
Kematian pun
menjadi buah kegigihanya (14/02/269 M). (The World Book Encyclopedia,
1998) Walau sebelumnya Ia harus mendapatkan cacian, makian, bogem,
lemparan batu di tiang penyanggah dan dipenggal secara sadis. Hingga
nyawanya pun mesti lepas dari jiwa raganya.
Namun, berkat
keimanan yang kuat dan tebaran kasih sayang di penghujung titik nadir Ia
masih sempat berpesan kepada kaum hawa saat menyembuhkan mata seorang
gadis dari kebutaanya. Sang Mesias menulis catatan kecil bertajuk
‘From Your Valentine’.
Semenjak itulah,
ungkapan-ungkapan Valentine menjadi simbol hari kasih sayang. Hal ini
terlihat dari Kebiasaan mengirim kartu Valentine. Meski tak ada kaitan
langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans
dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang
St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis.
Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim
kawin burung dalam puisinya (The Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal.242
, The World Book Encyclopedia, 1998, Sinar Harapan 10/02/2003).
Secara
bahasa ‘Valentine’ berasal dari Latin yang berarti : `Yang
Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasaâ€Â. Kata ini
ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, Tuhan orang Romawi.
(www.korrnet.org)
Maraknya aksi prostitusi berkedok panti pijat
dan menjamurnya kematian bocah tak berdosa akibat hubungan di luar nikah
serta tak diterima kembali di kelurganya membuat sebagian muda-mudi
lupa diri, bahkan terlelap dalam kegelamuran pesta tersebut.
Nyatanya,
kehadiran hari kasih sayang malah melanggengkan budaya lalim. Sebab
bisa berakibat patal bagi kaum hawa manakala terjadi perbuatan yang tak
diinginkan. Ambail contoh hamil diluar nikah, penularan HIV/AIDS.
Demikian penuturan dr Andik Wijaya SMSH, seorang Seksolog dari Surabaya.
“Sekarang Valentine’s Day nuansanya cenderung romantis dan
erotis,†tutur dr Andik. Ini bukan omong kosong lho. Salah satu
faktor yang mensukseskan erotisme saat perayaan Valentine adalah makanan
khas Valentine`s Day berupa coklat. Emang kenapa dengan coklat? Menurut
dr Andik, coklat mengandung zat yang disebut Phenyletilamine atau zat
yang bisa membangkitkan gairah seksual. Nah lho.
Bukti lain,
lanjutnya, pergeseran makna Valentine‘s Day, di Inggris 14
Februari malah dicanangkan sebagai The National Impotence Day (hari
impoten nasional) dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan masyarakat
terhadap ancaman impotensi 2 juta pria Inggris. Sedang di AS lebih parah
lagi. 14 Februari ditetapkan sebagai The National Condom Week (pekan
kondom nasional). “Maksudnya kampanye nasional penggunaan kondom,
karena tiap perayaan Valentine‘s Day diikuti peningkatan kasus
HIV/AIDS. Padahal tingkat kegagalan kondom mencapai 33,3 persen,” imbuh
dr. Andik. (www.dudung.net)
Padahal, bangsa Indonesia sedang
dirundung malang pelbagai musibah dengan silih berganti dan saling susul
menyusul bencana. Gundukan sampah pun pasca musibah kembali meminta
perhatian kita. Karena pengekspersian kasih sayang tak selamanya harus
berpesta pora. Atau sekedar tukar menukar kado berupa cokelat, bunga,
perhiasan, kaset/CD dan hadiah spesial lainya kepada pujaan hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar